-0.1 C
New York
02/12/2024
Aktual

Rakyat Sudah Muak, Rindu Pemimpin Kuat dan Jujur

POS SORE –  Munculnya fenomena Satrio Piningit di tengah masyarakat yang   melambangkan kerinduan rakyat  akan hadirnya pemimpin yang kuat dan bijaksana, terutama pasca Pileg dan Pilpres nanti, dianggap sebagai sesuatu yang lumrah. Terutama di saat rakyat sedang merasa bahwa selama ini para pemimpin  yang muncul lebih banyak menunjukkan kepalsuan, dengan memoles berbagai gerak langkah melalui upaya pencitraan.

Demikian benang merah percakapan Pos Sore dengan peneliti Indonesia Media Monitoring Center (IMMC), Sunardi Panjaitan, dan politisi muda dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah,  terkait munculnya fenomena  Satrio Piningit di tengah masyarakat selama satu tahun terakhir ini. Kedua nara sumber dihubungi terpisah, pekan ini,  dan sebenarnya  lebih banyak bicara tentang  kondisi kehidupan berbangsa dewasa ini.

Fahri mengatakan, sebenarnya rakyat sudah bosan atau sudah muak dengan  kondisi maupun perilaku para pemimpin sekarang. Rakyat sudah eneg (muak).

Sementara Sunardi menunjuk, semakin banyaknya bencana alam di Indonesia  dan terjadi beruntun, meraja lelanya  korupsi, serta pemimpin yang dinilai  tidak lagi peduli dengan rakyatnya, membuat sebagian rakyat berpaling ke  arah sesuatu yang pernah diramalkan Jayabaya, yaitu akan munculnya sosok  Satrio Piningit sebagai pemimpin.

Pro dan Kontra

Fenomena Satrio Piningit secara khusus menjadi bahan penelitian Indonesia  Media Monitoring Center (IMMC) sepanjang satu tahun terakhir  (Maret 2013-  Februari 2014). Sementara politisi paranormal, Permadi, pekan lalu secara  khusus juga mengungkapkan hasil terawangannya, bahwa presiden yang bakal muncul adalah seorang yang tidak diduga sebelumnya (Satrio Piningit) dan bukan berasal dari nama-nama yang sering disebut di media massa belakangan ini, termasuk Jokowi (Baca Pos Sore edisi ketiga).

IMMC  melakukan monitoring secara khusus tentang fenomena Satrio Piningit  di sosial media. Monitoring  dilakukan terhadap media warga www.kompasiana.com. Metode yang digunakan adalah purposive sampling dengan menganalisa semua artikel yang berkaitan dengan “SatrioPiningit” dalam rentang waktu Maret 2013 – Februari 2014. Dalam satu tahun terakhir, ada 175 artikel yang ditulis oleh Kompasianer (para penulis di media social itu-red) tentang sosok Satrio Piningit. Hasil riset  menunjukkan, 80 persen publik menyakini bahwa sosok Satrio Piningit akan  muncul. Sedangkan 20 persen  menyatakan tidak akan muncul.

Terhadap kemunculan Satrio Piningit, memang terjadi pro-kontra. Kalangan  yang pro menyebut hadirnya sosok  Satrio Piningit karena berkaitan dengan  ramalan Joyoboyo. Sementara pihak yang kontra menilai sosok Satrio Piningit  hanyalah dongeng atau konsep belaka. (Baca:  Satrio Piningit, Jokowi atau  Prabowo?)

Parpol Krisis Figur

Sunardi mengungkapkan, di saat masyarakat begitu merindukan kehadiran sosok Satrio Piningit, partai politik justru sedang mengalami krisis figur yang  sesuai dengan harapan rakyat. Menurut Sunardi, untuk menutupi hal tersebut  dan agar seolah mengesankan parpol memiliki sosok Satrio Piningit, maka  partai politik mencoba mencari jalan pintas. Salah satunya adalah memunculkan figur parpol yang dikaitkan dengan Satrio Piningit. Hasil penelitian IMMC memang menunjukkan, Joko Widodo, Gubernur DKI  Jakarta yang sering dipanggil Jokowi, mendominasi hampir semua identifikasi  satrio piningit yang ada.

Mayoritas Kompasianer mengidentifikasi Jokowi  sebagai sosok yang dicintai rakyat, jujur dan sederhana. Sementara Prabowo Subianto menempati peringkat kedua setelah Jokowi. Identifikasi utama Prabowo, yakni sosoknya yang dicintai rakyat, tegas, dan  sederhana.

Namun baik terhadap Jokowi maupun Prabowo, Sunardi tidak menyebut bahwa pengidentifikasian  Kompasianer terhadap dua tokoh itu merupakan   hasil pemunculan yang dilakukan partai politik. Satrio Piningit yang juga diidentikan dengan Ratu Adil merupakan sosok yang  dilambangkan sebagai pemimpin yang dicintai rakyat, kuat dan bijaksana,  jujur, serta sederhana.  Fenomena Satrio Piningit menjadi tempat pulang bagi  mereka yang merindukan figur seorang pemimpin yang kuat.

Mengenang kembali perjalanan Republik sejak mundurnya Presiden Soeharto,  Fahri Hamzah menyampaikan bahwa disadari maupun tidak, memori rakyat  akan kepemimpinan yang kuat masih sangat kental. Sejak dimulainya era reformasi, tambah Fahri, belum ada presiden yang mampu menunjukkan kekuatan kepemimpinan itu, di antaranya karena masa  jabatan yang relatif sebentar.

Fahri mengaku,  dulu sempat menduga SBY yang berlatar belakang militer mampu menunjukkan kekuatan kepemimpinan itu, namun di luar ekspektasi  malah semakin mengendur. Dalam konteks adanya kecenderungan pemanfaatan isu Satrio Piningit yang  justru dilakukan oleh kelas masyarakat yang berpendidikan, Fahri menyatakan bahwa kebebasan yang dienyam  rakyat selama reformasi harus  diakui telah mengubah ekspektasi masyarakat akan sosok seorang pemimpin. “Harapan akan kepemimpinan yang kuat mungkin kini telah bergeser kepada kepemimpinan yang efektif, tidak perlu populis, tapi cukup  dengan melihat hasil kerjanya saja, dan mengerti public mood” kata politisi  yang terkenal vocal itu.

Sayangnya apa yang disampaikan Fahri pun sepertinya tidak dapat dipenuhi  oleh mereka yang justru memiliki kekuatan dominan politik nasional. Alih-alih  memantapkan kinerja, pencitraan yang makin menguat. Yang bekerja benar malah tenggelam. “Ya itulah, Rakyat sudah eneg!”

Kondisi sekarang ini, seperti diakui Fahri Hamzah, sudah  sedemikian parahnya. Meruyaknya upaya pencitraan sebagai senjata utama kompetisi politik saat ini sudah sampai pada taraf yang tidak wajar. Rakyat sudah eneg  (muak).

“Semua makin terasa palsu”, imbuhnya. “Sayangnya baik masyarakat maupun para pemimpinnya tidak memiliki pemahaman atau sudah terlarut arus. Seperti kita memakai permata palsu tidak ada yang protes, namun ketika kita memakai permata asli pun tidak ada  yang memuji karena tidak tahu bedanya,”  demikian Fahri Hamzah (lya)

Leave a Comment