JAKARTA (Pos Sore) — Limbah hasil pengolahan garam ternyata bisa diolah menjadi padatan Magnesiun Hidrosida (Mg(OH)2) yang bermanfaat sebagai bahan baku obat maag. Itu berkat penggunaan paket teknologi pengolahan limbah garam ‘bittern’.
‘Bittern’ dikenal sebagai limbah cair yang dihasilkan selama proses kristalisasi garam di tambak. Selama ini, bittern dibuang atau dicampurkan kembali dengan air laut untuk proses mempercepat penuaan air dalam proses pembuatan garam.
Para peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir berhasil mengembangkan teknologi sederhana pemisahan magnesium dari larutan bittern.
“Teknologi ini dirancang agar dapat dioperasikan oleh kelompok masyarakat untuk menghasilkan padatan Magnesium Hidrosida. Padatan Mg ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat maag dan bahan tahan api,” jelas Direktur Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Budi Sulistiyo, di Jakarta, Jumat (21/2).
Hal itu diungkapkan dalam Temu Media bertema ‘Dukungan Inovasi dan Teknologi dalam Membangun Industrilisasi Garam Nasional’ yang diadakan Masyarakat Penulis Iptek (Mapiptek), bekerjasama dengan Balitbang Kelautan Perikanan dan Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Teknologi sederhana ini memiliki kemampuan memisahkan Mg(OH)2 yang terkandung dalam bittern. Paket teknologi ini terdiri dari pencampur dan pengaduk mekanis untuk melarutkan antara bitern dengan soda api dan air.
Proses selanjutnya dilakukan pemisahan padatan magnesium dengan menggunakan mesin pemutar cepat serta oven pengering. Teknologi ini mampu mengolah 200 liter bittern menjadi padatan magnesium.
“Sementara ini, harga magnesium di pasaran tanpa mencantumkan komponen kandungannya sekitar Rp40ribu/kilo,” katanya.
Manfaat teknologi berpotensi menambah pendapatan bagi petambak garam. Untuk itu, pemerintah perlu memikirkan tataniaga serta perlindungan terhadap harga dasar magnesium hasil olahan limbah garam. (tety)