28/10/2025
Aktual

Masyarakat Indonesia Dilanda Kegalauan Budaya

IMG-20160312-02060

JAKARTA (Pos Sore) – Yayasan Suluh Nuswantara Bakti (YSNB) kembali melaksanakan Diskusi Panel Serial ke-9 dengan tema ‘Referensi Global’. Pembina YSNB Ponco Sutowo berpendapat, tema ini dilatarbelakangi adanya kegalauan budaya dari sebab tidak adanya keseimbangan kemampuan masyarakat kita dalam memilah dan memilih unsur-unsur kebudayaan yang akan diinternalisasikan.

“Jika masa lalu, proses internalisasi kultural berlangsung secara gradual dan bersifat sukarela, maka saat ini proses internalisasi itu bersifat satu arah yaitu dari atas ke bawah. Akibatnya, pertumbuhan pribadi warga masyarakat, baik anak-anak, remaja, orang tua, wanita maupun pria lebih banyak bersifat negatif,” paparnya, di Jakarta, Sabtu (12/3).

Menurutnya, budaya nasional belum jelas bentuknya dan derasnya arus pengaruh budaya internasional yang umumnya budaya Barat, tidak sepenuhnya bersifat positif. Untuk itu perlu satu metode pembelajaran yang tepat agar budaya nasional semakin jelas bentuknya dan serangan gencar dari unsur-unsur budaya Barat yang bersifat negatif dapat diminimalisasi atau bahkan dapat dihilangkan.

Pontjo Sutowo menyatakan sejarah mencatat anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada masa lalu terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat. Sedikit dari mereka yang ahli hukum. Namun karya mereka dapat dikatakan mampu membentuk negara yang bervisi ke depan dan mampu mengkristalisasi sistem nilai budaya masa lalu.

Kenyataan ini memberi gambaran jika Mahkamah Konstitusi seharusnya tidak dimonopoli oleh para ahli hukum saja. Bukan saja untuk mencegah timbulnya kecenderungan legalistik dari penafsiran UUD 1945, namun mereka akan bisa merasakan denyut jantungnya kebudayaan bangsa yang majemuk.

“Mampu merasakan denyut jantung kebudayaan bangsa inilah yang harus dimiliki semua penyelenggara negara. Dengan dirasakannya denyut jantung budaya bangsa, maka perlindungan terhadap indentitas budaya, memberi fasilitas bagi budaya bangsa, dan mencegah pengaruh negatif budaya luar akan dapat muncul dengan sendirinya,” kata Pontjo Sutowo.

Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Dr. Diah Madubrangti, yang menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, mengatakan, berdasar studi kasus Jepang, proses internalisasi budaya sebagaimana di Indonesia juga terjadi di Jepang. Hanya saja Jepang mampu mengelolanya sehingga derasnya arus pengaruh budaya internasional dapat ditekan, yaitu melalui pendidikan.

Dikatakan, proses pendidikan di Jepang cenderung memperlihatkan adanya usaha penyampaian nilai budaya masyarakatnya yang dilakukan oleh guru secara sungguh-sungguh. Para guru memasukkan nilai-nilai tradisi masyarakat Jepang yang didasari oleh orientasi kelompok dan mengajarkan anak untuk memiliki sikap dan tingkah laku yang diperlukan untuk pembentukan kepribadian sebagai generasi penerus masyarakatnya.

“Program pendidikan di Jepang sangat diprioritaskan oleh pemerintah Jepang sebagai pembentukan perilaku orang Jepang hingga kini,” kata Diah Madubrangti.

Sementara itu, Prof. Dr. Jenny Hardjatno, Guru Besar Linguistik Rusia, yang juga menjadi narasumber, menambahkan, berdasar studi kasus Rusia, proses internalisasi budaya juga terjadi di Rusia. Setelah Presiden Uni Soviet Gorbachev mengeluarkan program Glasnost, Perestroika, dan Demokratinya maka proses internalisasi budaya menjadi semakin cepat. Unsur-unsur budaya Barat semakin deras masuk ke Rusia.

“Dalam menghadapi proses internalisasi budaya, Rusia kini kembali menggunakan budaya masa lalu terutama local wisdom sebelum Revolusi Lenin,” kata Jenny. (tety)

Leave a Comment