CANBERRA (Pos Sore) — PM Australia Tony Abbott merasa frustasi atas kurangnya kemajuan perundingan kode etika bersama dengan pemerintah RI.
Pernyataan ini terungkap dalam wawancara dengan radio ABC Senin pagi di tengah munculnya dugaan spionase yang baru yang melibatkan badan intelijen elektronik Australia berkaitan dengan sengketa dagang RI-Amerika. Dugaan spionase ini dipublikasikan di suratkabar The New York Times kemarin.
Sebelumnya pemerintah RI menuntut pembuatan kode etika yang baru menyusul terungkapnya dugaan kasus spionase yang dilakukan pemerintah Australia terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan para pejabat dekat beberapa tahun lalu.
“Hubungan dua negara bertetangga ini menjadi tegang atas terungkapnya skandal itu akhir tahun lalu.”
Indonesia menginginkan UU etika selesai dibuat sebelum Jakarta mencabut larangan sementara atas kerjasama antipenyelundupan manusia dengan Australia. “Saya lebih senang melihat kemajuan berjalan lebih cepat,” tegas Abbott kepada radio ABC Senin pagi.
Hubungan dua negara bertetangga ini menjadi tegang atas terungkapnya skandal itu akhir tahun lalu. Ketegangan itu semakin meningkat menyusul kabar terbaru yang menyebutkan Direktorat Sinyal Pertahanan Australia (DSD) telah menawarkan mitranya, Amerika, tentang informasi mengenai perundingan dagang dengan Indonesia.
Sejumlah dokumen rahasia yang diungkapkan mantan kontraktor intelijen Amerika Edward Snowden menunjukkan tentang berbagai upaya intelijen Australia terhadap Indonesia yang melibatkan penetrasi masif ke jaringan telepon dan pengumpulan data yang meluas, dan targetnya bukan hanya pada teroris atau tokoh politik tertentu saja.
“The New York Times juga memberitakan DSD secara khusus memonitor komunikasi antara pemerintah RI dan sebuah biro hukum Amerika yang mewakili Jakarta dalam sengketa dagang dengan Amerika.”
Dokumen itu dipublikasikan di suratkabar The New York Times kemarin yang memaparkan perincian baru tentang bagaimana DSD menawarkan kepada mitra pengintai Amerika tentang sebuah biro hukum Amerika yang mewakili Indonesia dalam sengketa dagang dengan AS.
Dokumen itu menunjukkan tingkat kerjasama antara Badan Keamanan Nasional Amerika NSA dan DSD Australia. Bocoran itu juga yang pertama kalinya mengungkapkan akses komprehensif badan spionase elektronik Australia ke dalam sistem komunikasi Indonesia.
The New York Times juga memberitakan DSD secara khusus memonitor komunikasi antara pemerintah RI dan sebuah biro hukum Amerika yang mewakili Jakarta dalam sengketa dagang dengan Amerika.
Sebelumnya PM Abbott berulangkali menegaskan bahwa Canberra tidak mengumpulkan data intelijen dengan tujuan komersil.
Ia menolak untuk merinci bocoran memo DSD yang menunjukkan informasi itu dipakai oleh para klien komersil. Abbott hanya menegaskan bahwa itu hanyalah asumsi media massa saja.
“Saya tidak berbicara terbuka tentang tuduhan itu. Kecuali dengan mengatakan Australia tidak membutuhkan sebuah operasi intelijen yang kuat,” tegasnya.
Abbott juga tidak secara langsung mengatakan apakah bocoran terbaru itu semakin memperburuk hubungan dengan Indonesia.
“Bocoran spionase terbaru ini terungkap di saat Menlu Amerika John Jerry mengunjungi Indonesia untuk bertemu dengan Menlu RI Marty Natalegawa.”
“Tak satu pun data intelijen yang dikumpulkan Australia yang pernah dipakai kecuali untuk membantu teman- teman dan para tetangga kami. Kami tidak mengumpulkan intelijen untuk tujuan komersil. Kami mengumpulkan intelijen untuk menyelamatkan nyawa orang Australia dan menyelamatkan orang lain, untuk mempromosikan nilai-nilai Australia, untuk mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan yang universal dan membantu teman serta negara tetangga termasuk Indonesia,” jelasnya.
Bocoran spionase terbaru ini terungkap di saat Menlu Amerika John Jerry mengunjungi Indonesia untuk bertemu dengan Menlu RI Marty Natalegawa.
Namun seorang jubir untuk Menkopolhukkam Djoko Suyanto mengatakan ia tidak merasa khawatir karena pemerintah RI tidak membahas informasi rahasia melalui telepon.
Abbott juga meremehkan ancaman Indonesia untuk membahas kekhawatiran mereka tentang masalah perlindungan perbatasan dengan Kerry.
Menlu Kerry sendiri kemarin sempat mengunjungi Masjid Istiqlal, terbesar di Asia Tenggara dengan ditemani imam besar K.H Ali Mustafa Yaqub. Setelah melepas sepatu, ia bersama Mustafa Yaqub berkeliling masjid Istiqlal selama 20 menit.
Kerry mendapat jamuan makan malam dengan Natalegawa dan mengadakan konferensi pers dengan kabinet RI Senin pagi. Semula ia dijadualkan bertemu denga Presiden SBY sore hari namun tidak jadi karena SBY sedang fokus pada masalah letusan Gunung Kelud yang menewaskan empat orang.(smh/arabnews/meidia)