JAKARTA — Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkesan memberikan contoh negatif dalam sistem hubungan kerja di tanah air sebagaimana diamanatkan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, terbukti dengan masih digunakannya tenaga kerja outsourching pada jenis pekerjaan utama.
Perusahaan Listrik Negara (PLN) misalnya, dalam kegiatan Pencatatan Meter dan Pelayanan Teknis (Yantek) menyerahkan tanggung jawab itu kepada perusahaan swasta sebagai pihak ketiga. Padahal kedua jenis pekerjaan itu adalah pekerjaan utama atau core bussiness bukan pekerjaan penunjang. Akibatnya, perusahaan outsourching memanfaatkan peluang ini untuk kepentingan usahanya dan mengabaikan hak-hak pekerja sebagaimana diamanatkan undang-undang.
Sekjen DPP Persudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Mas’ud Ibnu Rasyid menilai BUMN yang secara terang-terangan melanggar semua aturan ketenagakerjaan patut dikenakan sanksi tegas oleh pemerintah. “Mereka berani tabrak semua aturan yang ada seperti UU No.13/3013 pasal 64, 65 dan 66 dan Permenaker No.19 tahun 2012 tentang Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain atau yang lebih dikenal dengan sebutan outsourching,” katanya.
Bukan hanya itu, lanjut Mas’ud, Rekomendasi Komisi IX DPR-R I pun tidak digubris, seakan-akan BUMN memiliki kekuatan yang tidak bisa disentuh oleh lembaga apapun juga. “Untuk itu PPMI sudah menyurati Presiden untuk segera mengeluarkan Inpres berkaitan dengan penggunaan pekerja outsourching di BUMN,” katanya.
Data yang dihimpun Pos Sore (6/2) di Kemnakertrans menunjukkan, sampai akhir Januari 2014, tercatat 21 BUMN yang masih menggunakan pekerja outsourching. Diperkirakan jumlah itu masih akan bertambah seiring dengan investigasi yang secara terus menerus dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan. Di samping laporan masyarakat yang merasa dirugikan oleh BUMN berkaitan dengan status hubungan kerjanya.
Keluhan serupa juga diungkapkan Restu, HRD (Human Resources Development) sebuah perusahaan swasta yang merasa penerapan hubungan kerja yang sesuai aturan hanya dibebankan kepada pihak swasta saja sedangkan kepada BUMN seperti ada pengecualian. “Ini sangat bertentangan dengan prinsip pemerataan. Atau bisa jadi karena tidak ada sanksi tegas bila mereka (BUMN-Red) menggunakan pekerja outsourching,” lanjutnya.
Ke-21 BUMN yang masih menggunakan tenaga kerja outsourching adalah PLN, Pertamina, Jamsostek, PT Kereta Api, Indofarma, Jasa Marga, Dirgantara Indonesia, Kertas Leces, Telkom, Kimia Farma, Kalbe Farma, Askes, Merpati, Gas Negara, Krakatau Steel, Petro Kimia, Angkasa Pura I, BNI, BRI dan Bank Mandiri. (hasyim husein)