JAKARTA (Pos Sore) — Efek debu vulkanik Gunung Kelud bisa muncul dua minggu setelah debu bertahan dalam sistem pernafasan. Efeknya, infeksi pada saluran pernapasan bawah.
“Jika kandungan silica terus bertahan di paru-paru dalam jangka panjang akan menyebabkan silikosis yang membuat kondisi paru menurun,” kata Wakil Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, KGEH, MMB, di kantor PAPDI, Selasa (18/2).
Ari menjelaskan sebenarnya debu merupakan zat asing bagi tubuh dan ketika terhirup, maka tubuh berusaha menetralisirnya. Jika tidak berhasil dinetralisir, hal ini bisa mengakibatkan infeksi pernapasan. Terlebih abu vulkanik kandungan sama seperti semen yang terhempas ke udara.
“Debu itu masuk ke saluran pernapasan, sebelum masuk ke paru-paru akan tersaring terlebih dahulu. Tetapi, kalau debu yang terhirup terlalu banyak atau terlalu kecil bisa akan lolos, maka dapat menjadi pneumonia,” jelasnya
Sementara itu, staf pengajar dari Divisi Pulmonologi Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM, dr. Ceva Wicaksono P, SpPD, K-P, KIC, FINASIM, menambahkan, untuk mengantisipasi dampak dari debu vulkanik diusahakan menggunakan masker jenis N95. Masker ini bagian luarnya terbuat dari bahan kain dan di dalam terbuat dari bahan seperti styrofoam.
“Jadi dipastikan tidak ada udara yang masuk,” ujarnya. Namun, tidak banyak yang suka dengan masker jenis ini karena tidak ada udara. Padahal, masker ini pemakaiannya bisa tahan lebih lama.
Masker N95 bisa digunakan hingga dua sampai tiga hari, sedangkan masker biasa, harus ganti setiap empat jam karena ketika bernapas sudah ada uap air. Dan, itu tandanya sudah tidak bisa digunakan. (junaedi)